Cerita Perjalanan

Visa 10 Tahun untuk Duo Panda Taman Safari

Taksi online yang kami tumpangi beringsut maju. Di luar dugaan, kami sedikit terjebak macet di jalan menuju Cisarua. Hujan masih mengguyur Jalan Raya Puncak siang itu. “Harusnya tadi kita makan di daerah sini aja ya, ga usah makan di kota,” kata saya pada Yan dan Igna, dua teman saya.

Kami bertiga sengaja datang ke Bogor pada hari kerja, agar tidak terlalu ramai. Tujuan kami ke Taman Safari Indonesia: melihat sepasang panda yang baru beremigrasi dari Tiongkok ke Indonesia.

Awalnya, kami pikir kami perlu membawa mobil sendiri untuk “bersafari” di Taman Safari Indonesia. Terakhir kali saya ke sana—sekitar dua dasawarsa lalu mungkin—saya berkendara bersama keluarga, berkeliling jalur safari sambil sesekali berhenti memberi makan zebra atau rusa.

Namun ternyata tidak. Taman Safari sebenarnya menyediakan bus kecil yang bisa dimanfaatkan oleh pengunjung secara gratis.

“Ini mobilnya sampai sana aja ya. Nanti shuttle bus-nya ada di halte di ujung kanan sana,” kata petugas loket setelah kami membeli tiga tiket masuk. Kami membayar masing-masing Rp230.000,00, untuk tiket terusan hingga Istana Panda.

Taksi online yang membawa kami menurunkan kami di halte masuk. Tarifnya sekitar Rp100.000,00 untuk mengantar kami dari Jalan Suryakencana ke Taman Safari Indonesia. Terhitung murah dibagi tiga.

Screenshot_2018-01-12-02-51-19_com.google.android.youtube-01.jpeg
Shuttle bus bagi pengunjung yang tidak membawa mobil ke Taman Safari Indonesia.

Hujan belum juga mau reda. Bus yang akan kami naiki sudah “mangkal” di halte. Kami menunggu mungkin 30 menit. Lalu tiba dua pengunjung lain yang juga akan menumpangi bus. Orang lainnya, dua mahasiswi yang nampak sedang magang di Taman Safari Indonesia.

Akhirnya hujan berangsur reda, kami semua pun dipersilakan naik ke bus.

Kami beruntung, bus sangat sepi. Saya bisa berpindah tempat duduk di sisi kiri dan kanan bus untuk lebih jelas melihat hewan yang kami lalui. Kaca jendela bus juga lebar dan tinggi, memberi kami kesempatan untuk lebih leluasa melihat ke luar bus.

Screenshot_2018-01-12-03-18-13_com.google.android.youtube-01.jpeg
Seorang pengunjung sedang memberi makan wortel ke zebra. Di sepanjang jalan masuk Taman Safari Indonesia, ada beberapa penjual sayur mayur yang menjual wortel untuk hewan di Taman Safari Indonesia.

Namun, seperti yang sudah saya bayangkan, bus bisa berhenti dan lanjut berjalan sesuai keinginan pengemudi. Mungkin, mereka sudah punya hitungan waktu sendiri, berapa lama akan berhenti sebelum melanjutkan perjalanan. Ada kalanya saya belum puas memotret hewan, bus sudah bergerak.

Dari kawasan hewan-hewan pengunyah rumput dan dedaunan, bus terus melaju perlahan menuju kawasan hewan-hewan pemakan daging. Singa, macan, harimau, cheetah, dan sejenisnya.

Mereka pasif betul. Hampir semua yang saya lihat di sana sedang bermalas-malasan seperti kucing yang sedang libur. Persis kucing dalam ukuran besar! Megakucing!

Screenshot_2018-01-12-03-19-09_com.google.android.youtube-01.jpeg
Dua ekor harimau yang sedang bermalas-malasan berteduh dari gerimis.

Lalu di mana Cai Tao dan Hu Chun, duo panda yang kami cari?

Mereka sungguh beruntung. Mirip betul dengan anak bungsu, kedua anggota baru di keluarga Taman Safari Indonesia ini langsung mendapat tempat tinggal spesial. Paling besar. Paling megah di antero Taman Safari Indonesia.

Bus kami berhenti di halte pemberhentian. Di sini, banyak wahana dan pertunjukan hewan yang bisa dikujungi oleh pengunjung. Ah, saya tidak tertarik menyaksikan atraksi hewan melakukan hal-hal yang seharusnya tidak mereka lakukan.

Jadi, duo panda Cai Tao dan Hu Chun berada di pucuk bukit di Taman Safari Indonesia. Istana Panda sengaja ditempatkan di sana untuk mendapat suhu udara terendah. Supaya mirip dengan suhu udara di tanah kelahiran mereka, sekitar 15-24 derajat Celcius.

Dari tempat bus berhenti, bisa saja kami berjalan kaki menuju Istana Panda. Bisa gempor, maksud saya. Hujan yang belum sepenuhnya berhenti saat itu pun jadi kambing hitam bagi kami membayar Rp25.000,00 untuk menumpangi kereta kecil ke Istana Panda. Turun dari kereta kecil, kami pun harus melanjutkan perjalanan dengan bus lagi. Jauh juga.

Screenshot_2018-01-12-03-19-54_com.google.android.youtube-01.jpeg
Selepas area safari, pengunjung bisa berkeliling di area wahana dan pertunjukan dengan menaiki kereta kecil.

Istana Panda

Akhirnya kami tiba di Istana Panda, di ketinggian sekitar 1.800 meter di atas permukaan laut. Istana Panda adalah bangunan besar berarsitektur Tiongkok. Warna merah sudah pasti mendominasi. Dari teras Istana Panda, pengunjung sudah disuguhi pemandangan asik: kabut-kabut yang menyelimuti pepohonan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

P1370094-01.jpeg
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango jadi pemandangan di sekitar Istana Panda.

Pada lantai dasar istana, ada toko cendera mata yang menjual pernak-pernik berbentuk panda. Penggila panda bisa tergila-gila masuk toko ini. Di lantai berikutnya, ada food court yang menjual makanan-makanan khas Negeri Tirai Bambu.

Screenshot_2018-01-12-03-21-02_com.google.android.youtube-01.jpeg
Istana Panda.

Di lantai terakhir, baru kami bisa menemui duo panda. Sebelum melihat panda, pengunjung digiring untuk menyaksikan film pendek. Film yang menceritakan perjalanan kedua panda dari negeri asalnya ke Indonesia. Saya pikir akan membosankan, ternyata menarik juga.

Saya rasa saya tak begitu beruntung siang itu. Hujan belum juga berhenti hingga kedua panda ditempatkan di kandang tertutup kaca, di dalam ruangan berdesain bebatuan. Satu panda sedang tidur, sementara satunya lagi sibuk mengenyam batang bambu. Ya, tak berhenti mengunyah bambu seperti tak ada hari esok.

https://www.instagram.com/p/Bcpa4S3HdFQ/

Tak perlu khawatir kehabisan bambu, sepertinya panda-panda ini tahu betul ada 10 hektar lahan yang sudah ditanami pohon bambu, khusus untuk makanan mereka. Saya rasa mereka juga tahu bedanya 63 jenis bambu yang ditanami untuk dihidangkan bagi mereka.

Cai Tao, nama panda jantan, berarti porselen yang indah. Hu Chun, nama panda betina, berarti danau musim semi.

Hu Chun dan Cai Tao ditempatkan bersebelahan, di kandang terpisah—seperti ikan cupang. Mengapa dipisah? Karena panda adalah hewan soliter, hidup menyendiri. Jika sedang birahi, mereka baru akan bertemu dan sejenak menafikan wilayah kedaulatan masing-masing.

Screenshot_2018-01-12-03-21-40_com.google.android.youtube-01.jpeg
Pengunjung sedang memandangi salah satu panda yang tertidur pulas.

Untuk diketahui, kedua hewan endemik Tiongkok ini bukan milik Taman Safari Indonesia, bukan pula milik Indonesia. Keduanya adalah “warga negara” Tiongkok yang dipinjamkan ke Indonesia.

Peminjaman panda raksasa yang dilakukan pemerintah Tiongkok dikenal dengan sebutan diplomasi panda. Indonesia bukan satu-satunya negara yang dipinjami panda oleh Tiongkok. Sudah ada 15 negara lain yang sebelumnya kedatangan panda.

Masa peminjaman kedua panda ini akan habis pada tahun 2027. Kelak, satu dasawarsa sejak kedatangan keduanya ke Indonesia, mereka akan pulang ke Wolong, Tiongkok. Termasuk juga dengan anak-anak mereka, jika keduanya saling suka dan beranak-pinak.

Advertisement

30 thoughts on “Visa 10 Tahun untuk Duo Panda Taman Safari”

  1. Terakhir ke Taman Safari kapan ya? Kayaknya pas masih kecil.
    Sekarang tinggal di Jakarta malah belum pernah kesini lagi. Ternyata ngangenin juga ketemu hewan-hewan di sana. :))

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.