Cerita Perjalanan

Gerhana di Langit Ampera

Demi peristiwa yang berlangsung sekitar dua menit, para pelancong dunia berkumpul di Palembang. Dari berbagai negara, mereka datang dengan satu tujuan: menyaksikan gerhana matahari total. Meski penampakannya tak sempurna dari Ampera, gerhana matahari tetap membuat saya tertegun kagum.

Angin mengalir di atas Sungai Musi, silir membawa aroma menyengat. Bau karet. Saya ingat betul aroma ini ketika pada hari sebelumnya, Heru Prasetyo —teman Couchsurfing yang saya temui di Palembang— memperkenalkan saya pada aroma ini dalam sebuah perjalanan tour de Palembang. Bau uang. Bau salah satu komoditas unggulan yang ikut memutar roda perekonomian di Sumatera Selatan.

Waktu itu Rabu, 9 Maret 2016. Hari masih dini, pukul empat pagi. Matahari belum beringsut dari ufuk. Namun aktivitas masyarakat Kota Palembang sudah dimulai jauh beberapa jam yang lalu. Kendaraan bermotor hilir mudik menuju kawasan wisata Sungai Musi di  Jembatan Ampera. Lahan parkir hampir sesak dijejali sepeda motor. Di bawah jembatan, kapal-kapal lalu lalang. Pagi itu, orang berduyun-duyun memadati Jembatan Ampera untuk satu tujuan: menyaksikan gerhana matahari.

Fenomena alam gerhana matahari memang menarik, suatu peristiwa alam yang tidak bisa disaksikan setiap hari dan tidak terjadi di seantero planet biru. Masyarakat Indonesia beruntung, tinggal di satu-satunya negara dengan wilayah daratan yang dilalui lintasan gerhana matahari pada tahun ini.

1457863205056.jpg
Roger dan rekannya, Miriam, melewati malam mereka di trotoar Jembatan Ampera untuk menyaksikan gerhana matahari di Palembang.

Maka tak ayal, beberapa profesi menuntut para praktisinya untuk menjadi pemburu gerhana matahari. Saya berkenalan dengan Roger, seorang astronom dari Inggris yang sampai rela bermalam di trotoar Jembatan Ampera untuk menyambut gerhana matahari. Gerhana matahari 9 Maret 2016 bukan gerhana matahari pertama baginya. Sebelum ini, Roger sudah pernah meneliti peristiwa gerhana matahari di Inggris dan Turki.

Roger dan ilmuwan lainnya sudah tak asing bepergian antarbenua untuk mengejar gerhana matahari. Bukan hanya menyaksikan pesonanya, namun juga untuk merampungkan penelitan. Misalnya, membuktikan dan mengukur dampak gerhana matahari terhadap perubahan kekuatan medan magnet Bumi. Entah bagaimana hipotesis mereka nanti. Hipotesis singkat saya: gerhana matahari di Indonesia telah memperkuat medan magnet pariwisata Kota Palembang. Terlambat memesan kamar hotel, mungkin saya akan menghabiskan malam saya di trotoar bersama para wisatawan lain.

Pemerintah setempat memanfaatkan peningkatan daya tarik pariwisata ini, pasti. Sejak Selasa sore, bantaran Sungai Musi di depan Benteng Kuto Besak sudah hiruk oleh manusia. Atraksi-atraksi budaya Pulau Dewata bahkan dipentaskan pula di Bumi Sriwijaya. Pawai ogoh-ogoh dan Tari Kecak digelar, untuk menghibur para pelancong di tepi Sungai Musi.

1457865299628.jpg
Pawai ogoh-ogoh digelar di depan Benteng Kuto Besak. Selain untuk menghibur wisatawan, pawai ini juga dimainkan untuk menyambut Hari Raya Nyepi yang jatuh bertepatan dengan peristiwa gerhana matahari.

Memasuki hari Rabu, Jembatan Ampera ditutup. Jembatan sepanjang lebih dari satu kilometer ini ditutup selama 12 jam. Penutupan Jembatan Ampera dengan waktu terlama sejak Presiden Soekarno meresmikan Jembatan Ampera pada tahun 1965. Kursi-kursi ditata berkiblat timur, akan digunakan sebagai singgasana para pejabat daerah menyaksikan gerhana matahari dari tengah jembatan.

Orang-orang sibuk di atas jembatan. Panitia acara hilir mudik dengan wajah letih. Para penjual makanan tak berhenti melayani orang-orang yang berburu santap pagi. Para jurnalis televisi pun terlihat tengah mempersiapkan laporan langsung. Sisanya, sebagian besar duduk-duduk di trotoar menunggu pagi sambil memotret diri.

1457863250564.jpg
Sambil menunggu pagi, para pengunjung menyempatkan diri untuk santap pagi lebih awal. Para pedagang makanan memanfaatkan peristiwa gerhana matahari dengan menjajakan sarapan.
1140017.jpg
Meja dan kursi yang sudah ditata di tengah Jembatan Ampera. Pusat pengamatan gerhana matahari di Palembang dipusatkan di sini. Selama 12 jam, jembatan yang menghubungkan wilayah Ulu dan Ilir Palembang ditutup.

Saya menuruni anak tangga jembatan, beralih ke tepi Sungai Musi di depan Benteng Kuto Besak. Saya memilih untuk menanti gerhana matahari dari sana, nampak lebih sepi. Kerubungan orang di bawah jembatan tak sepadat di atas jembatan. Saya mencari satu titik pemantauan, tempat di mana para fotografer dengan perlengkapan yang nampaknya mahal berkumpul. Saya pikir, titik itu sudah diperhitungkan akan menjadi titik terbaik untuk memotret landscape Jembatan Ampera saat gerhana matahari.

05:50 WIB, saya sudah berdiri di tepi sungai. Di sekitar saya, beberapa fotografer media massa nasional tengah memasang perlengkapan pemotretan. Tripod berderet rapi. Lensa lebar dan lensa panjang ber-filter jamak saya temui terpasang di moncong badan kamera. Kamera saya terlihat seperti kamera mainan di sini.

1457865248479.jpg
Para pengunjung tidak hanya memadati Jembata Ampera untuk menyaksikan gerhana matahari. Sebagian pengunjung juga berkumpul di depan Benteng Kuto Besak. Dari sana, panorama Jembatan Ampera nampak jelas.

Di depan saya, lampu-lampu di Jembatan Ampera masih menyala meski langit sudah mulai sedikit terang. Pantulannya di permukaan sungai nampak pecah beriak setiap ada kapal kecil melintas. Di atas jembatan, ah tidak, awan kelabu menggumpal. Berdasarkan penelitian Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, 50 persen langit di Palembang memang akan tertutup awan pada saat gerhana matahari terjadi.

Saya cemas. Saya pun yakin, ribuan orang yang saat itu berkumpul juga merasa cemas. Berharap awan cepat berarak ke arah utara atau ke selatan, atau ke mana saja agar saya dapat melihat jelas fase gerhana matahari total, yakni saat matahari secara penuh tertutup oleh bulan.

1457863315419.jpg
Titik pengamatan gerhana matahari di depan Benteng Kuto Besak. Pemandangan Jembatan Ampera terlihat jelas sebagai latar depan saat memotret gerhana matahari. Matahari terlihat sesekali muncul.

Sesekali, matahari menyeruak di celah gumpalan awan. Orang-orang bersorak serempak. Saya juga. Senang. Kami bertepuk tangan, sebelum akhirnya sadar untuk segera membidik matahai dengan kamera. Belum pernah saya begitu berharap dapat melihat matahari pagi dengan jelas, bahkan ketika saya mendaki puncak-puncak gunung. Namun tak lama, arakan awan menutup matahari lagi.

06:50 WIB, saya baru dapat melihat dengan jelas dan menyadari bahwa sebagian piringan matahari telah tertutup oleh piringan bulan. Padahal menurut catatan BMKG, gerhana kedua piringan benda langit ini sudah mulai beririsan sejak sekitar 30 menit sebelumnya. Kami melewatkan momen sentuhan pertama purnama dan baskara. Tak jadi soal, semoga saya bisa melihat fase penuh gerhana matahari dengan jelas pada pukul 07:19 WIB.

Langit di atas Bumi Sriwijaya kian benderang. Hangat sinar matahari pagi mulai terasa di kulit. Lampu warna-warni Jembatan Ampera sudah padam. Di atas jembatan, orang-orang terlihat jelas berjejer. Di bawah jembatan, kapal-kapal kian ramai hilir mudik membawa wisatawan. Di belakang jembatan, hey, apa itu?

1457863392676.jpg
Kepulan limbah berwarna kelabu pekat mengepul dari cerobong asap PT Pusri. Angin membawa kepulan limbah ke arah matahari. Matahari todak terlihat, berada di balik kepulan limbah.

Kepulan berwarna kelabu pekat terlihat jelas keluar dari cerobong-cerobong asap di arah timur, di belakang Jembatan Ampera! Kepulan ini keluar dari beberapa cerobong asap, membumbung tinggi dan menghalangi penampakan matahari dari Jembatan Ampera. “Asap Pusri,” beberapa orang di sekitar saya mengulang-ulang nama itu. Cerobong asap yang mengeluarkan limbah sisa produksinya ke udara pada pagi itu disebut warga sebagai cerobong asap PT Pupuk Sriwidjaja, perusahaan plat merah penghasil pupuk yang sudah berdiri lebih dari 50 tahun di Palembang.

Saya bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana mungkin penyelenggara acara tidak memperhitungkan kepulan gas sisa produksi PT Pusri sebagai hal yang akan mengganggu pengamatan gerhana matahari di Palembang? PT Pusri bilang, kepulan itu bukanlah asap, melainkan uap atau steam.

Sebenarnya saya sebagai wisatawan yang dirayu untuk bisa menyaksikan pesona gerhana matahari dari kawasan wisata Jembatan Ampera tidak peduli, sungguh tidak peduli, bagaimana mereka menamakan gumpalan itu: asap, uap atau steam, atau awan mendung tebal seperti yang dijadikan kambing hitam oleh Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin. Apa pun namanya, kepulan benda sisa produksi di udara—yang disebut limbah oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia— itu telah menutup pemandangan gerhana matahari dari Jembatan Ampera, titik pengamatan yang dipromosikan pemerintah daerah untuk menikmati pesona gerhana matahari total.

Video: Penjelasan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, tentang gangguan pengamatan gerhana matahari totl dari Jembatan Ampera.

07:19 WIB, puncak gerhana matahari total. Benar saja, piringan matahari secara penuh tertutup oleh piringan bulan. Tidak hanya bulan, awan dan limbah PT Pusri juga ikut menutup pemandangan gerhana matahari total, secara sempurna. Saya tidak bisa melihat fase penuh gerhana matahari, sama sekali. Namun dampak dari gerhana matahari total tetap terasa, tentu.

Saat fase total gerhana matahari, langit kembali gulita. Orang-orang bersorak. Temperatur di sana mendadak berkurang, tidak terik lagi. Saya tidak yakin, penurunan suhu udara atau rasa takjub saya yang membuat bulu tengkuk merinding saat kegelapan kembali menyelimuti Palembang.

1457863549612.jpg
Sama seperti pada waktu malam hari, pada saat fase penuh gerhana matahari pun lampu penerang Jembatan Ampera dinyalakan. Para pengunjung riuh saat menyaksikan gelapnya Palembang.

Gerhana matahari total di Palembang hanya berlangsung sekitar dua menit. Suasana kembali seperti malam hari. Lampu-lampu di Jembatan Ampera kembali menyala. Orang-orang mengangkat kamera dan telepon pintarnya untuk memotret suasana gulita. Ada pula yang bertahan memotret diri.

Saya mengerti, konflik kepentingan bisa terjadi di antara PT Pusri dan pemerintah daerah untuk menghentikan operasi PT Pusri selama gerhana matahari berlangsung di Palembang, walaupun saya tidak mengerti berapa kerugian yang akan didera PT Pusri jika harus menghentikan produksi untuk sementara waktu. Belakangan, PT Pusri mengaku akan menanggung kerugian lebih dari 20 milyar Rupiah jika operasi pabrik dihentikan.

Jika penghentian pabrik secara sementara akan membawa kerugian bagi PT Pusri, saya sebagai wisatawan, lebih berharap agar penyelenggara acara tidak bersikukuh untuk memusatkan acara pengamatan gerhana matahari total dari kawasan wisata Jembatan Ampera. Kondisi langit dan cuaca hanya bisa diperkirakan, tetapi dampak dari aktivitas pabrik tentu bisa diantisipasi. Apalagi, jika PT Pusri belum pernah bersepakat dengan penyelenggara acara untuk menghentikan pengepulan limbah sisa produksi ke udara. 

Saya sebagai wisatawan, lebih berharap agar penyelenggara acara bisa menentukan lokasi pengamatan gerhana matahari total dengan memperhitungkan aktivitas PT Pusri dan arah angin yang membawa kepulan as…oh, maaf, awan mendung hitam yang nampak keluar dari cerobong asap agar bisa menikmati pengalaman gerhana matahari total. Pengalaman yang mungkin akan menjadi pengalaman sekali seumur hidup.

Advertisement

32 thoughts on “Gerhana di Langit Ampera”

Leave a Reply to cumilebay.com Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.