Cerita Foto

Merayakan Keberagaman

“Lentera kertas menyala, digantung tinggi di udara. Asap dupa mengangkasa, sumbu lilin membara. Pagi itu, jalan di depan klenteng merah merona. Warga non-keturunan ikut terlibat dalam semarak hari raya. Sekedar mencari laba, atau larut berbaur dalam suka cita. Di Indonesia, tahun baru Imlek bukan milik etnis Tionghoa semata. Sebagian orang menyebutnya: bhinneka tunggal ika. Saya akan mengajak Anda melihat suasana di klenteng Jin De Yuan, atau wihara Dharma Bhakti satu hari menjelang pergantian tahun baru.”

—Iyos Kusuma

picsart_02-09-07.54.51.jpg
Seorang wanita berpose di depan lampion-lampion yang dijajakan di sekitar klenteng Jin De Yuan.
picsart_02-09-07.11.20.jpg
Semarak perayaan tahun baru Imlek selalu menyedot perhatian media massa. Seorang jurnalis nampak tengah melaporkan peribadatan yang tengah berlangsung di klenteng Jin De Yuan.
picsart_02-09-07.16.30.jpg
Fang Sheng adalah tradisi melepas makhluk hidup ke alam bebas dalam kebudayaan Tionghoa. Sebagian masyarakat etnis Tionghoa yakin, melepas makhluk hidup ke alam bebas akan membebaskan mereka dari hal-hal buruk. Selain burung, hewan yang biasa dilepas ialah ikan atau kura-kura.
picsart_02-09-07.18.09.jpg
Seorang pedagang lampion tengah menunggu calon pembeli. Hari raya Imlek dimanfaatkan oleh sebagian pedagang untuk mencari laba. Selain menjual pernak-pernik, para pedagang juga menjajakan makanan khas Imlek, seperti kue keranjang dan ikan bandeng.
picsart_02-09-07.19.22.jpg
Setelah beribadat di klenteng, beberapa warga keturunan Tionghoa menyempatkan diri untuk melihat-lihat pernak-pernik khas Imlek di Jalan Pancoran. Jalan Pancoran adalah salah satu kawasan pecinan di Jakarta. Sejak abad ke-16 pada masa kolonialisme Belanda, kawasan ini sudah menjadi kawasan permukiman pedagang dan pengusaha Tionghoa.
picsart_02-09-07.14.57.jpg
Lampion adalah lentera yang terbuat dari kertas. Etnis Tionghoa percaya, menyalakan lampion merah untuk menyambut tahun baru akan menerangi kehidupan mereka pada tahun yang baru. Nyala merah lampion adalah simbol dari harapan akan datangnya keberuntungan dan kebahagiaan.
picsart_02-09-07.14.04.jpg
Umat menyalakan dupa dengan api lilin di depan klenteng Jin De Yuan. Dupa atau hio adalah salah satu komponen penting dalam tata cara peribadatan di klenteng.
picsart_02-09-07.13.14.jpg
Umat berdoa di ruang utama klenteng Jin De Yuan. Sebagian besar ruang utama klenteng masih rusak akibat terbakar pada tahun lalu. Klenteng Jin De Yuan adalah klenteng tertua di Jakarta yang sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Restorasi yang akan dilakukan tidak boleh mengubah bentuk dan fungsi asli dari klenteng. Pengurus klenteng berencana merestorasi klenteng ini pada Maret 2016.
picsart_02-09-07.12.19.jpg
Klenteng Jin De Yuan adalah klenteng yang dibangun untuk menghormati Dewi Koan-Im, yang dikenal sebagai Dewi Welas Asih. Ketika dibangun pada tahun 1650, klenteng ini diberi nama Kwan Im Teng.
picsart_02-09-07.09.58.jpg
Lilin-lilin merah berukuran besar dijejerkan di ruang utama klenteng Jin De Yuan. Lilin-lilin ini adalah sumbangan dari umat di klenteng Jin De Yuan. Pada malam pergantian tahun, lilin-lilin akan dinyalakan.
picsart_02-09-07.15.43.jpg
Aparat kepolisian berpatroli di klenteng Jin De Yuan, menjamin tidak adanya potensi gangguan keamanan yang dapat mengganggu ketenangan peribadatan.

Saya juga menggurat tulisan tentang klenteng Jin De Yuan. Ternyata, klenteng ini tidak hanya mampu bertahan dari jilatan api yang berkobar pada tahun 2015. Hampir tiga abad lalu, klenteng ini pernah dihancurkan oleh serdadu Belanda dalam tragedi pembantaian Angke. Kisah singkatnya saya rangkum dalam tulisan berjudul Menyalakan Harapan. Silakan menikmati.

33 thoughts on “Merayakan Keberagaman”

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.