“Masyarakat Surakarta, Jawa Tengah, mewujudkan rasa syukur mereka setelah menjalankan 30 hari ibadah puasa dengan menggelar Grebeg Syawal. Hasil bumi diarak dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dibagikan kepada masyarakat. Tak hanya menjadi wujud syukur, tradisi tahunan ini juga menjadi perekat antara keraton dan masyarakat. Saya beruntung, bisa berbaur di antara keduanya. Foto-foto ini saya ambil di sela tugas peliputan di Surakarta pada Idul Fitri tahun ini. Selamat menikmati”.
—Iyos Kusuma
Prosesi Grebeg Syawal dimulai dengan mengarak dua gunungan keluar dari lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.Pasukan keraton mengarak gunungan jaler keluar keraton. Gunungan jaler adalah gunungan ‘berjenis kelamin’ pria yang merupakan susunan hasil-hasil bumi seperti nasi, ketan, telur, dan sayur mayur.Gunungan jaler dan gunungan estri diarak dan dibawa menuju Mesjid Agung Surakarta. Di mesjid, kedua gunungan didoakan oleh para pemuka agama keraton. Selanjutnya, warga akan berebut hasil bumi dari gunungan estri. Gunungan jaler dibawa kembali ke keraton.Gunungan jaler sedang diperebutkan oleh warga di depan keraton.Seorang abdi dalem ikut memungut sisa dari gunungan yang tercecer di depan keraton. Masyarakat Surakarta meyakini berkah yang akan mereka terima dengan memperebutkan gunungan.Pasukan keraton berjalan kaki mengarak gunungan dengan bertelanjang kaki atau memakai selop.Grebeg Syawal selalu menarik perhatian wisatawan. Di sisi keraton, seorang pengayuh becak sedang menunggu para pelanggannya.Museum di lingkungan keraton menjadi salah satu obyek wisata yang dapat dinikmati oleh para wisatawan.Seorang penjual mainan gasing melintasi jalan di depan keraton.
14 thoughts on “Berlebaran di Surakarta”