Cerita Perjalanan

Karimunjawa: Ini Bukan Cerita Keindahan Alam

Saya terbangun di kamar yang gelap. Alarm berdering tepat pukul 03:00 dini hari. Pandangan saya menyapu penjuru kamar. Samar-samar, saya melihat tiga tempat tidur lainnya terisi orang.

Saya beringsut perlahan menuruni ranjang tingkat dua. Perlahan-lahan menyambar ransel yang sudah saya siapkan sebelum tidur, lalu mengendap-endap keluar berusaha tidak membangunkan siapa pun. Sungguh, saya merasa seperti anak yang mau minggat dari rumah.

“Pagi amat, Mas. Mau lihat sunrise?”, seseorang mencegat saya di teras hostel. Ia adalah seorang pengelola hostel tempat saya bermalam. “Mau ke pelabuhan, Mas. Antre beli tiket,” jawab saya.

Rekannya yang juga ada di sana langsung menyambar, “masih kepagian, Mas. Tidur aja dulu. Loket buka jam 5 kok“.

“Takut ngga kebagian tiket, Pak. Waktu berangkat juga saya kehabisan karena terlambat ngantre,” saya mencoba menyampaikan alasan.

Udah, saya yang urus. Biasanya juga gitu, Mas. Saya beli 18 tiket aja bisa,” ia mencoba menahan saya.

Seingat saya, setiap orang dibatasi untuk hanya membeli empat tiket kapal ferry. Ini 18 tiket? Jelas-jelas saya melihat tulisan peringatan itu di loket penjualan tiket.

“Oh, gara-gara orang kaya Bapak, saya jadi ngga dapet tiket kapal ferry kemarin. Saya antre ke pelabuhan aja sekarang, Pak. Kasihan orang lain yang antre dan ngga dapet tiket”, saya lantas pergi.

Saya bergegas menuju Pelabuhan Karimunjawa. Di belakang saya, bapak pengurus hostel membuntuti menunggangi sepeda motornya, sampai saya tiba di depan loket. Usahanya membujuk saya kembali ke penginapan tetap sia-sia.

Processed with VSCO with s6 preset
Kapal ferry yang saya tumpangi untuk kembali dari Karimunjawa.

Saya masih ingat betul. Dua hari sebelumnya, sekitar pukul 05:15 pagi, saya tiba di Pelabuhan Jepara. Penginapan saya di Jepara memang hanya terletak beberapa ratus meter dari pelabuhan.

Tak saya sangka. Pelabuhan Jepara sudah penuh saat itu. Orang-orang sudah mengantre di depan loket penjualan tiket kapal ferry. Wisatawan dan warga setempat. Semua antre.

Saya masih optimistis untuk mendapat tiket penyeberangan saat itu. Sampai tiba-tiba, antrean bubar. “Tiket habis”, beberapa orang bergumam.

Celaka“, pikir saya dalam hati. Seiring bubarnya antrean, saya bisa melihat beberapa petugas penjual tiket kapal ferry berbenah merapikan meja, lalu meninggalkan loket. “Antre di loket sebelah, Mas. Bahari Express”, ujar salah satu petugas seraya meninggalkan loket.

Saya mengikuti sarannya, mengantre di depan loket penjualan tiket kapal cepat. Beberapa calon penumpang yang tidak kebagian tiket kapal ferry pun mengikuti, berbaris di belakang saya.

Lalu seorang petugas lainnya menghampiri membawa kabar buruk. Tiket kapal cepat Bahari Express sudah habis dipesan. Lalu? Tidak ada keberangkatan kapal lainnya menuju Kepulauan Karimunjawa untuk hari itu.

Waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 09:00 pagi. Saya masih duduk di pelabuhan, memutar otak. “Saya harus berangkat. Harus“, saya bertekad dalam hati.

Saya pun segera bergegas menuju kantor Bahari Express, sekitar beberapa ratus meter di luar gerbang pelabuhan. Tulisan yang dipasang di depan pintu kaca kantor Bahari Express seperti menahan saya untuk tidak membuka pintu. “Tiket keberangkatan tanggal 7 Juli habis”. Saya tetap melangkah masuk.

“Tolong dong, Mba. Satu seat aja. Saya sendirian ini. Ngga ada temen di Jepara, mau liburan ke Karimunjawa,” akhirnya kalimat pamungkas ini terlontar dari mulut saya. Tak lama ia beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan meja depan, dan meminta saya menunggu. Ah, thanks for the puppy eyes. It worked!

Hampir lima belas menit saya menanti, lalu petugas itu kembali ke depan mejanya. “Ini tiketnya, Mas. Rp150.000,00 sudah termasuk retribusi masuk ya. Kapal nanti berangkat jam 13:00. Mas duduk di kursi C7,” ia menyodorkan beberapa lembar tiket dan bukti pembayaran retribusi kepada saya. “Terima kasih, Mba”, saya bertransaksi dan melangkah pasti kembali ke Pelabuhan Jepara.

Penuh kejutan. Itulah kesan yang saya rasakan ketika memilih untuk backpacking ke Karimunjawa seorang diri. Apalagi, perjalanan ini saya lakukan tanpa menggunakan jasa trip organizer.

Saya berandai, jika saja saya menggunakan jasa trip organizer, mungkin perjalanan saya menuju Kepulauan Karimunjawa akan lebih mulus, tidak berkerikil seperti yang saya alami pekan lalu.

P1290297
Salah satu fasilitas yang masuk dalam paket wisata di Karimunjawa adalah kegiatan snorkeling dan islands hopping.

Saya hanya perlu membayar sejumlah uang, katakanlah sekitar Rp800.000,00 untuk menikmati seluruh fasilitas liburan menuju Kepulauan Karimunjawa selama tiga hari dan dua malam, dihitung mulai dari Pelabuhan Jepara. Mungkin.

Lalu mengapa saya memilih untuk berlibur sendiri tanpa menggunakan jasa trip organizer? Saya ingin ‘mengorganisir’ sebagian besar perjalanan saya sendiri. Tidak sepenuhnya, saja akan jelaskan nanti.

Saya tidak mau orang mengatur ke mana saya harus pergi pada waktu tertentu, di mana saya akan menginap selama dua malam, apa saja menu makan saya selama berlibur, dan aturan-aturan lainnya.

1290304-01
Berlibur secara independen, ada harga yang harus saya tebus untuk menikmati kebebasan merancang semua agenda liburan.

Selama hal-hal di atas bisa saya rancang sendiri, saya tidak akan rela ada orang lain yang mendesain liburan saya. Buat saya, merancang liburan adalah seni. Seni berlibur.

Merepotkan diri sendiri? Tergantung persepsi Anda tentang repot. Saya menganggapnya sebagai harga yang harus saya tebus untuk membeli kebebasan beraktivitas dan memilih setiap detail perjalanan saya.

Tentu, kemampuan saya untuk merancang detail perjalanan liburan pun terbatas. Dibatasi oleh anggaran dan waktu liburan, misalnya. Akibatnya, tentu tidak semua hal bisa saya urus sendiri. Misalnya, mengatur perjalanan saya melompat dari satu pulau ke pulau lain, lalu dari tempat snorkeling satu ke tempat snorkeling lain.

Anggaran liburan saya tidak memadai untuk menyewa satu perahu kecil untuk berpindah pulau dan ber-snorkeling. Untuk itu, saya tetap menggunakan jasa salah satu UKM yang menawarkan paket wisata satu hari di Karimunjawa. Saya tidak sengaja menemukan usaha ini ketika saya sedang berjalan kaki keluyuran di Karimunjawa.

P1290242
Mereka menawarkan paket wisata selama satu hari, dengan tetap memberi kebebasan pada wisatawan untuk memilih penginapan atau tempat makan.

Janji yang ditawarkan sangat manis. Berpindah ke dua pulau tidak berpenghuni dan berenang di dua titik snorkeling selama sembilan jam, termasuk makan siang ikan bakar di salah satu pulau. Semuanya hanya dilakukan selama sembilan jam. Selanjutnya, pena arsitek liburan kembali ke tangan saya.

Bagaimana dengan Anda? Sejauh mana Anda memilih untuk berlibur tanda atau dengan menggunakan jasa trip organizer? Apa pula yang Anda sukai dan tidak sukai dari liburan dengan menggunakan jasa trip organizer?

28 thoughts on “Karimunjawa: Ini Bukan Cerita Keindahan Alam”

  1. salam kenal mas.. ijin nambahin aja tips “saran saya klo mo kesana hari senin atau selasa ambil kapal cepat..soalnya klo hari jumat dan sabtu sering kehabisan tiket. paket wisata karimunjawa – jadwal kapal karimunjawa. terima kasih mas.. wasalam

    Liked by 1 person

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.