Cerita Perjalanan

Ekspedisi 3 Dasawarsa Tukik Pangumbahan

Sudah sekitar dua jam saya menunggu di teras sebuah bangunan kecil, tak jauh dari pantai. Belum ada panggilan. Rasa kantuk mulai bergelantungan di kedua kelopak mata. Hening sekali malam itu. Dari kejauhan, gemuruh gelombang laut terdengar menggebu-gebu.

Ujung Genteng: the Hidden Paradise
Pantai Pangumbahan, pantai berpasir lembut di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pantai dengan pasir tak berlempung ini menjadi salah satu tempat bertelurnya penyu hijau di Indonesia.

Tak jauh di depan saya, beberapa mahasiswa dari Institut Pertanian Bogor tengah bercakap-cakap dengan sepasang wisatawan asing. Suaranya samar. Tetapi, mereka terdengar seperti sedang menjelaskan hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama menyaksikan penyu hijau bertelur. Padahal, papan informasi yang ditancapkan di pekarangan Taman Pesisir Penyu Pangumbahan sudah memuat informasi dalam Bahasa Inggris.

Taman Pesisir Penyu Pangumbahan adalah tempat konservasi penyu hijau yang terletak di pesisir barat daya Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasinya berada di sekitar tujuh kilometer dari Pantai Ujung Genteng. Memerlukan waktu tempuh sekitar tujuh jam dari Jakarta. Perjalanan yang cukup membuat sekujur tubuh merasa letih walau tidak mengemudi.

Ujung Genteng: the Hidden Paradise
Pantai Ujung Genteng, salah satu daerah wisata yang menjadi andalan Kabupaten Sukabumi.

Pamor Pantai Pangumbahan belum semahsyur tempat pariwisata lain di Sukabumi, sebut Pantai Pelabuhan Ratu atau Teluk Ciletuh. Pangumbahan seperti antitesis dari bisnis pariwisata Sukabumi yang tengah bersiap lepas landas.

Penyu hijau menyukai pantai yang gelap dan sepi seperti Pantai Pangumbahan. Maka dari itu, Pangumbahan dipertahankan sebagai daerah wisata yang mengagungkan konsep ekowisata. Di sini tidak ada penginapan, apalagi hotel.

Ketika Teluk Ciletuh di Sukabumi sedang didandani menjadi sebuah taman bumi (geopark), Pangumbahan seolah diprogram agar tak hirau akan hingar bingar bisnis pariwisata yang mulai bergaung di Sukabumi. Di Sukabumi, puluhan tempat penginapan seperti hotel berbintang dan hotel melati tumbuh pesat. Dinas Pariwisata Kota Sukabumi mencatat, hingga 2013 lalu, setidaknya ada 32 penginapan di Kota Sukabumi.

Kala libur panjang tiba, ratusan ribu wisatawan dari luar kota menyergap Sukabumi, memenuhi kamar-kamar penginapan untuk berlibur. Terlambat memesan, wisatawan bisa kerepotan. Kita cukup beruntung, hidup berdampingan dengan kecanggihan teknonogi informasi. Keberadaan situs-situs seperti Traveloka sangat membantu para wisatawan memesan hotel jauh-jauh hari. Klik di sini untuk mencari dan memesan hotel di Sukabumi melalui Traveloka.

“Ayo, siap-siap. Udah ada yang naik,” seruan dari salah seorang petugas balai konservasi membuyarkan lamunan saya. Saya merasa beruntung. Tidak setiap malam penyu-penyu hijau di pesisir Pangumbahan bertelur. Saya segera bangkit dari duduk, seperti ketika nama saya dipanggil oleh seorang perawat di sebuah klinik.

Saya bersama beberapa orang lainnya, bergegas mengikuti petugas tadi mendekati pantai. Petugas kembali mengingatkan kami agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengusik penyu-penyu hijau. “Penyu sangat sensitif sama cahaya atau suara. Kalau mereka merasa ga aman untuk bertelur, mereka balik lagi ke laut,” penjelasan petugas tadi terdengar seperti sebuah ancaman serius di telinga saya.

FB_IMG_1463410002926-01
Pepohonan yang memagari Pantai Pangumbahan dari tempat konservasi. Cahaya dari kantor konservasi dapat mengganggu aktivitas penyu hijau di pantai.

Kami melintasi tempat-tempat penetasan telur penyu ketika berjalan menuju pantai. Tempat ini berupa hamparan pasir yang dibatasi oleh pagar kawat. Ratusan bambu dengan panjang tak lebih dari satu meter tertancap dengan jarak yang teratur. Masing-masing bambu dicat putih dan bertuliskan tanggal-tanggal dan kode-kode tertentu. Lebih terlihat seperti area permakaman mini.

Masing-masing bambu ternyata mewakili sebuah lubang pengeraman. Ada sekitar 480 lubang di area pengeraman telur. Setiap lubang menampung 90 sampai 100 butir telur penyu. Pada hari ke-85, telur-telur penyu akan menetas. Ratusan tukik akan keluar menembus permukaan pasir. Menghirup udara bebas untuk pertama kalinya setelah hampir tiga bulan dierami pasir.

FB_IMG_1463410008848-01
Tempat pengeraman telur-telur penyu hijau. Telur-telur dierami pasir selama 85 hari sebelum menetas.
FB_IMG_1463565929442
Tukik-tukik yang baru menetas dikumpulkan untuk dilepaskan bersamaan. Semakin banyak tukik yang dilepaskan bersamaan, diyakini akan semakin banyak pula tukik yang akan bertahan hidup.

Kami berjalan menembus gulita di tepi pantai. Cahaya bulan adalah satu-satunya penerangan kami. Mata saya menyapu seluruh penjuru, tak ada cahaya. Ini adalah lokasi yang ideal bagi penyu-penyu hijau untuk bertelur.

Setibanya di pantai, kami harus kembali menunggu. Menjadi saksi bertelurnya penyu hijau tidak hanya perlu keberuntungan, namun juga kesabaran. Kami harus mengikuti semua arahan petugas, agar kehadiran kami tidak mengganggu penyu-penyu hijau.

Lalu di kejauhan, sesosok hewan muncul dari bibir pantai. Penyu hijau. Lebih terlihat seperti sebongkah batu berwarna hitam dari kejauhan. Tempurungnya yang basah nampak berkilauan memantulkan sinar bulan.

Perlahan, penyu itu merayap naik ke daratan. Beringsut lamban sekali, namun terus bergerak stabil. Keempat siripnya bertumpu di atas pasir. Nampak letih. Seperti seseorang yang tengah menyelesaikan push up pada hitungan-hitungan terakhir.

Sekali lagi kami diingatkan untuk tidak bergerak, apalagi memotret penyu itu merayap naik dengan menggunakan lampu kilat.

Akhirnya, sang penyu menyelesaikan sebagian tugasnya. Sang penyu berhenti di bawah tanaman pandan laut yang berjarak puluhan meter dari bibir pantai. Keempat siripnya kini menyibak pasir untuk menggali lubang.

Tak lama berselang, waktu yang sudah saya tunggu pun datang. Kami mendapat lampu hijau untuk mendekat. Saya takjub! Berada tak sampai satu meter dengan spesies yang diyakini sudah ada sejak jaman jura bersama dinosaurus, lebih dari 100 juta tahun lalu.

Ujung Genteng: the Hidden Paradise
Penyu hijau yang baru selesai mengeluarkan telur-telurnya.

Penyu tadi mulai mengeluarkan sesuatu dari belakang tempurungnya. Telur. Puluhan telur berwarna putih dijatuhkan ke dalam lubang pasir.

Bentuknya hampir bulat, seukuran bola pingpong. Cangkangnya tidak sekeras cangkang telur ayam. Cangkang telur penyu lunak, membuat bentuknya tidak bulat sempurna. Mirip bola pingpong penyok.

“Sekarang kalau mau motret boleh. Pakai lampu blitz juga boleh,” akhirnya kami diizinkan untuk mengambil gambar. Saya sigap memotret, sebelum penyu tadi berhenti bertelur dan kembali dalam pengembaraan empat tahunnya di laut.

images
Telur-telur penyu hijau dikumpulkan setelah penyu kembali ke laut. Sumber foto: antaranews.com

Setiap selesai bertelur, penyu-penyu hijau akan bermigrasi selama sekitar empat tahun. Penyu hijau di pesisir selatan Jawa biasanya berenang menuju pesisir barat Australia.

Tak lama, kami dikejutkan dengan sapuan pasir yang cukup kencang ke arah kami. Penyu itu mengibaskan sirip-siripnya untuk mengubur telur-telurnya dengan pasir. Prosesi bertelur selesai. Saya sempat mengira, kibasan pasir tadi adalah bentuk kemarahan sang penyu betina akan kehadiran kami. Entahlah, bisa saja.

FB_IMG_1463566045962
Seorang pengunjung memegang tempurung penyu hijau setelah proses bertelur selesai.

Kehadiran para pengunjung yang tidak mengindahkan kaidah menjadi salah satu keluhan petugas balai konservasi. Walau sudah diingatkan, tetap saja ada beberapa pengunjung yang mengeluarkan suara gaduh saat menanti penyu muncul ke daratan. Ada pula pengunjung yang menyalakan layar telepon pintarnya sembari menunggu penyu di pantai. Petugas balai konservasi selalu mewanti-wanti agar para pengunjung tidak membuat cahaya apa pun.

Penyu hijau adalah hewan yang masuk ke dalam kelas reptilia. Spesiesnya di Indonesia digolongkan sebagai hewan yang terancam dalam kepunahan. Kelangsungan hidup hijau berada di ujung tanduk.

Meski diyakini sebagai salah satu spesies tertua di dunia, faktanya, kemampuan reproduksi penyu-penyu hijau tergolong lemah. Penyu hijau baru dapat bereproduksi ketika usianya menginjak 30 tahun. Setelah mengeluarkan telur-telurnya, penyu hijau baru akan bertelur lagi setidaknya setelah menjalani migrasi selama empat tahun.

Dalam satu sarang telur, seekor penyu hijau dapat mengeluarkan 70 hingga 140 butir telur. Para petugas balai konservasi segera memindahkan semua telur penyu dari lubang pasir, setelah penyu tadi beranjak pergi. “Harus diamanin, dipindahin ke dalam,” petugas tadi masih sibuk memunguti telur-telur penyu. Matanya awas, agar tidak ada satu telur pun yang tercecer di dalam lubang pasir.

Dari balik semak-semak tak jauh dari kami berjongkok, bukannya tidak mungkin, beberapa predator tengah mengawasi kami. Menunggu kami pergi, agar bisa mencuri telur-telur penyu.

Predator telur-telur penyu bukan hanya biawak yang kerap berlarian di antara semak-semak di pentai. Ada spesies lainnya dari kerajaan animalia yang juga menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup penyu hijau di Indonesia. Mereka adalah Homo sapiens, ya, manusia.

unnamed
Telur-telur penyu hijau yang dicuri dan dipasarkan. Sebagian masyarakat meyakini khasiat telur penyu hijau untuk menambah keperkasaan pria. Sumber foto: antaranews.com.

Pencurian telur penyu di Pangumbahan adalah hal yang nyata. Pemberitaan mengenai pencurian telur penyu di Pantai Pangumbahan sempat mengotori halaman sejumlah harian lokal, maupun nasional, di negeri ini. Telur-telur hasil curian dijual dengan harga sekitar Rp 5.000,00 per butir.

Beberapa orang meyakini, mengonsumsi telur penyu berkhasiat baik untuk kesehatan dan menambah vitalitas pria. Nyatanya, kandungan protein dalam sebutir telur penyu tak lebih tinggi dari kandungan protein dalam sebutir telur ayam. Kandungan kolesterolnya, iya, lebih tinggi. Silakan tingkatkan vitalitas Anda dengan timbunan kolesterol, sampai Anda mengalami gangguan fungsi ereksi, para pencuri telur penyu.

Hal ini menjadi salah satu hal yang membuat daya reproduksi penyu hijau menjadi rendah. Iya benar, ada ratusan telur yang bisa diproduksi oleh seekor penyu hijau dalam semalam. Namun ternyata setelah telur menetas, hanya satu dari 100 tukik yang akan bertahan hidup. Satu persen saja!

***

FB_IMG_1463565633642-01
Pantai Pangumbahan pada senja hari kerap menjadi tempat para wisatawan menutup hari sembari melepaskan tukik ke laut.

Pada suatu sore berikutnya, saya menikmati kelembutan pasir Pantai Pangumbahan di kedua telapak kaki saya. Pasir tak berlempung, kesukaan penyu hijau. Di ujung barat, matahari mulai tergelincir. Kilau cahaya keemasannya terpantul di atas Samudera Hindia.

Sejumlah wisatawan bergembira riang tak jauh dari tempat saya berdiri. Mereka memegang tukik-tukik yang sudah siap untuk dilepaskan ke laut. Tukik-tukik yang selamat dari ancaman predator telur dan akan mengarungi dunia nyata. Seperti wisuda.

Aba-aba diserukan, tukik-tukik dilepaskan. Ah, lucu sekali! Keempat sirip kecilnya seperti kaki-kaki yang berlarian di atas pasir. Anak-anak penyu hijau itu berlarian menuju bibir pantai, lalu hilang dalam kelana terseret ombak.

Ujung Genteng: the Hidden Paradise
Seekor tukik berjalan menuju laut.

Ratusan tukik dilepasliarkan pada petang itu. Hanya satu dari setiap 100 tukik yang akan bertahan hidup. Tukik-tukik penyintas (survivor) itu akan kembali ke pantai yang sama, Pantai Pangumbahan, 30 tahun lagi.

Mereka akan kembali jika mereka selamat dari serangan ikan besar, burung, atau jaring nelayan. Mereka akan kembali ke tempat mereka ditetaskan, jika Pantai Pangumbahan masih menjadi pantai yang sama, pantai yang sepi, pantai yang bersih dari segala bentuk polusi dan kapitalisasi industri pariwisata. Sampai jumpa lagi, tukik!

Penyu hijau dan orangutan memiliki satu persamaan. Tidak, orangutan tidak memiliki cangkang, tidak juga bertelur. Penyu hijau dan orangutan adalah hewan-hewan yang dilindungi di Indonesia. 

Sama dengan penyu hijau, orangutan juga dihantui ancaman kepunahan. Berada di dalam benteng konservasi, namun tetep duduk di ujung tanduk. Klik di sini untuk menyimak guratan tentang penelusuran saya di jantung Kalimantan, bertamu ke rumah orangutan. 

10 thoughts on “Ekspedisi 3 Dasawarsa Tukik Pangumbahan”

  1. Pangumbahan! Bersyukur pernah mengalami apa yang pernah maneh lihat saat penyu2 hijau itu bertelur.. 6 tahun lalu.. men, aing geus kolot! hahaha..
    anw, nice pictures mang, as always 😀

    Liked by 1 person

    1. Hahaha. Ntar, ntar… 6 tahun yang lalu teh berarti lagi kuliah yah? Hahaha. Nya geus kolot, mi.. 😂

      Hatur nuhun, geulis! 😁

      Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.